Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah
membebaskan penderita dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai
dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau
mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.
Mengobati disini bukan berarti
menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan gejala-gejala yang
berupa sesak, batuk, atau mengi. Keadaan yang sudah bebas gejala
penyakit asma ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit
asma jangan datang kembali.
Obat-obatan bisa membuat penderita
penyakit asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk
mengendalikan serangan penyakit asma berbeda dengan pengobatan rutin
untuk mencegah serangan penyakit asma.
Untuk mengobati serangan penyakit
asma yang sedang terjadi diperlukan obat yang menghilangkan gejala
penyakit asma dengan segera. Obat tersebut terdiri atas golongan
bronkodilator dan golongan kortikosteroid sistemik.
Bronkodilator artinya obat yang
dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran
napas yang sedang mengkerut, sedangkan kortikosteroid adalah obat
antialergi dan anti peradangan yang diberikan dengan tujuan sistemik
yaitu disalurkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Ada sekelompok penderita yang
begitu sering mendapat serangan sehingga hampir tidak pernah mengalami
masa bebas gejala penyakit asma. Keadaaan ini disebut kronis yang dapat
berlangsung berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Pengobatannya
memerlukan jangka waktu yang lama dan penderita tiap hari harus memakai
obat.
-
Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.
Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.
Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.
Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.
Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.
Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
-
Kortikosteroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:- gangguan proses penyembuhan luka
- terhambatnya pertumbuhan anak-anak
- hilangnya kalsium dari tulang
- perdarahan lambung
- katarak prematur
- peningkatan kadar gula darah
- penambahan berat badan
- kelaparan
- kelainan mental
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
-
Cromolin dan Nedocromil
Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
-
Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.
-
Pengubah Leukotrien
Merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.
Pengobatan Untuk Serangan Penyakit Asma Akut
Suatu
serangan penyakit asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin
untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah
juga digunakan untuk mengobati penyakit asma, tetapi dalam dosis yang
lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.
Agonis reseptor beta-2 adrenergik
digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer
(untuk sesak nafas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau
oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga
menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.
Pengobatan penyakit asma juga bisa
dilakukan dengan memberikan suntikan epinefrin atau terbutalin di bawah
kulit dan aminofilin (sejenis teofilin) melalui infus intravena.
Penderita yang mengalami serangan
hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa
mendapatkan suntikan kortikosteroid, biasanya secara intravena (melalui
pembuluh darah).
Pada serangan penyakit asma yang
berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan
tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan
intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik.
Selama suatu serangan penyakit asma yang berat, dilakukan :
- pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
- pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter)
- pemeriksaan rontgen dada
Salah satu pengobatan penyakit asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-2 adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.
Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler kortikosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan teofilin per-oral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar